pengertan iddah
Friday, December 16, 2011
Menurut bahasa kata ‘iddah berasal dari kata al-‘adad. Sedangkan kata al-‘adad merupakan bentuk masdar dari kata kerja ‘adda-ya’uddu yang berarti menghitung. Kata al-‘adad memiliki arti ukuran dari sesuatu yang dihitung dan jumlahnya. Adapun bentuk jama’ dari kata al-‘adad adalah al-a’dad begitu pula bentuk jama’ dari kata ‘iddah adalah al-‘idad. Dan dikatakan juga bahwa seorang perempuan telah ber’iddah karena kematian suaminya atau talak suami kepadanya.2)
Menurut Sayyid Sabiq yang dimaksud dengan ‘iddah dari segi bahasa adalah perempuan (isteri) menghitung hari-harinya dan masa bersihnya.3) Sementara al-Jaziri menyatakan bahwa kata ‘iddah mutlak digunakan untuk menyebut hari-hari haid perempuan atau hari-hari sucinya.4)
Dari sisi terminologi maka terdapat beberapa definisi ‘iddah yang dikemukakan oleh para fuqaha. Meskipun dalam redaksi yang berbeda, berbagai definisi tersebut memiliki kesamaan secara garis besarnya.
Menurut al-Jaziri ‘iddah secara syar’i memiliki makna yang lebih luas dari pada makna bahasa yaitu masa tunggu seorang perempuan yang tidak hanya didasarkan pada masa haid atau sucinya tetapi kadang-kadang juga didasarkan pada bilangan bulan atau dengan melahirkan dan selama masa tersebut seorang perempuan dilarang untuk menikah dengan laki-laki lain.5) Sementara itu Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa ‘iddah merupakan sebuah nama bagi masa lamanya perempuan (isteri) menunggu dan tidak boleh kawin setelah kematian suaminya atau setelah pisah dari suaminya.6)
Abu Yahya Zakariyya al-Ansari memberikan definisi ‘iddah sebagai masa tunggu seorang perempuan untuk mengetahui kesucian rahim atau untuk ta’abbud (beribadah) atau untuk tafajju’ (bela sungkawa) terhadap suaminya.7) Dalam definisi lain dijelaskan bahwa ‘iddah menurut ‘urf syara’ adalah nama untuk suatu masa yang ditetapkan untuk mengakhiri apa yang tersisa dari pengaruh-pengaruh pernikahan.8)
Muhammad Zaid al-Ibyani menjelaskan bahwa ‘iddah memiliki tiga makna yaitu makna secara bahasa, secara syar’i dan dalam istilah fuqaha. Menurut makna bahasa berarti menghitung sedangkan secara syar’i adalah masa tunggu yang diwajibkan bagi perempuan maupun laki-laki ketika terdapat sebab. Adapun dalam istilah fuqaha yaitu masa tunggu yang diwajibkan bagi perempuan ketika putus perkawinan atau karena perkawinannya syubhat.9)
Dari berbagai definisi ‘iddah yang telah dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan sebuah pengertian yang komprehensif tentang ‘iddah yaitu masa tunggu yang ditetapkan bagi perempuan setelah kematian suami atau putus perkawinan baik berdasarkan masa haid atau suci, bilangan bulan atau dengan melahirkan untuk mengetahui kesucian rahim, beribadah (ta’abbud) maupun bela sungkawa atas suaminya. Selama masa tersebut perempuan (isteri) dilarang menikah dengan laki-laki lain.
3) As-Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, II : 277. Ali H}asaballah,al-Furqah baina az-Zawjaini wa Ma Yata’allaqu biha min ‘iddatin wa nas}ab,cet, I(t.tp:Dar al-Fikr al-‘Arabiy,1387H / 1968 M),hlm. 187. H}asaballah memberikan pengertian ‘iddah menurut istilah fuqaha sebagai masa tunggu bagi perempuan (isteri) setelah terjadi sebab perceraian yang dalam masa itu seorang perempuan dilarang untuk menikah dan dengan menyelesaikan masa tunggu ini dapat menghapus apa yang tersisa akibat perkawinan.
5) Ibid
6) As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah,II : 277. Bandingkan As-S}an’ani, Subul as-Salam, ( Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.t), III : 196.
8) Abu Bakar Ibn Mas’ud al-Kasani, Bada’i’ S}ana’i fi Tartib asy-Syara’i, cet.I. ( Beirut : Dar al-Fikr, 1996), III : 277. Bandingkan Muhammad Abu Zahrah, Al-Ah}wal asy-Syakhs}iyyah, (ttp : Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.t), hlm.435. Ahmad Gundur, At-T}alaq fi Syari’ah al-Islamiyyah wa al-Qanun, cet.I (Mesir : Dar al-Ma’arif, 1967),hlm.291
9) Muhammad Zaid al-Ibyani, Syarh al-Ahkam asy-Syari’ah fi Ah}wal asy-Syakhs}iyyah,( Beirut : Maktabah an-Nahd}ah, t.t), I : 426.